Raut
muka sedih itu masih terus terbayang, seakan dia masih berada di hadapanku saat
dia meneteskan air mata seiring rintik hujan
yang membasahi bumi ini, jujur akupun sesungguhnya tidak sanggup untuk
melihat wajahnya, menangis sendu sambil memohon agar aku kembali, namun sayang
keputusanku sudah bulat untuk meninggalkannya saat itu.
kejenuhanku membutakan
mata hatiku seakan seutuhnya dia yang bersalah padaku, tanpa memikirkan apa
yang dia lakukan seutuhnya haya untuk menjadi yang terbaik untuk diriku.
Keangkuhan
diri ini membuat semua semua hancur lebur bagaikan bunga mawar yang akan
merekah tertiup angin yang kencang, dan hanya meninggalkan sisa dari kepahitan
itu sendiri.
Dan
dia bersedih meratapi perpisahan yang kan terjadi, ini bukannya keinginannya
tapi hanyalah keegoisanku.
Sosok wanita berjilbab
pertama yang hadir untuk mengisi hari-harikupun telah pergi seiling mengalirnya
air hujan yang membasahi bumi ini.
Tiga
bulan sudah berlalu sejak saat itu di saat ku memberanikan diri untuk meminta
maaf atas segala ke egoisan diri ini, berharap akan ada hari yang cerah untuk
mengulang semua menjadi yang lebih baik, tapi betapa terkejutnya aku saat
melihat dia telah bersama lelaki lain bercanda tawa seakan tak melihat diriku
yang saat itu ingin memberikan ucapan selamat ulang tahun, dan bunga mawar ini
menjadi BUNGA TERAKHIR YANG TAK SAMPAI dan jadi saksi kehancuran hati
ini, di saat itu juga barulah kusadari ternyata hati ini telah terluka oleh
kesalahanku sendiri.
Ku iklaskan saja
kekalahkan ku, mungkin ini awal dari kemenengan besaranku Ku tak akan menyerah
karna ku akan membuktikan kepadanya aku bisa tetap maju menjalani hidup yang
sangat berat ini.
Berbahagialah engkau di
sampingnya tak akan ku rusak hubunganmu, takkan ku ceritakan keburukan mu
kepadanya, bila cinta ini memang tidak dapat di satukan maka janglah memaksakan
apa kehendak kita, tapi biarkan cinta ini memilih, memilih cinta sejati yang
dapat membahagiakanmu, mungkin BUKAN AKU tapi dia.